BERITA LUCU INDONESIA - Seorang wanita berpakaian lusuh berkeliaran di komplek perumahan padat. Memanggul sebuah karung. Berisi barang rongsokan. Mengais tempat sampah di depan sebuah rumah. Memakai gancu di tangan kanan. Mencari barang bekas. Tetapi matanya selalu awas.
Sambil mencari barang rongsok, dia kerap melongok. Mondar-mandir. Melihat kondisi rumah. Bukan berniat mencuri. Tetapi tengah memata-matai. Menyamar. Melaksanakan misi. Mencari target sesuai arahan atasan dari permintaan klien. Misi wanita tersebut kali ini mengintai kasus perselingkuhan. Sang klien belakangan memang tengah curiga. Suaminya diduga main serong.
Penyamarannya sebagai pemulung hari itu tengah pulung. Lumayan banyak bukti didapat dari rumah tersebut. Sang target didapati tengah asyik bercinta dengan wanita simpanannya. Bukti itu pun langsung dilaporkan kepada atasannya. Untuk selanjutnya di berikan kepada klien. Tugas penyamarannya selesai. Satu misi terpecahkan.
Aksi penyamaran dilakukan wanita itu merupakan bagian dari pekerjaannya. Dia merupakan agen detektif swasta (partikelir). Namanya kami rahasiakan. Tetapi dia biasa dipanggil dengan julukan 'Right Eye'.
"Saya bangga bisa bantu orang dengan cara seperti ini," ungkap agen wanita itu saat bertemu merdeka.com di bilangan Jakarta Barat, Kamis malam pekan lalu.
Agen wanita ini bekerja di www.jasamatamata.com. Right Eye adalah nama diberikan Jay, bosnya sekaligus pendiri biro jasa detektif partikelir tersebut. Sebuah perusahaan detektif swasta berdiri sejak tahun 2000. Lebih kurang ada 300 agen detektif partikelir dimiliki biro jasa itu. Semua tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam tiap menjalankan misinya, Right Eye sudah biasa bergonta-ganti peran. Wajah wanita ini sering kali dipoles macam-macam. Menambahkan tahi lalat atau tompel di wajah mulusnya. Semua sudah biasa. Sebagai pemulung hanya contoh kecil. Bahkan dia pernah menyamar sebagai pekerja seks komersial (PSK) maupun hingga wanita bercadar. Semua diperankan total. Demi membututi sang target. Kapan dan di mana saja.
Peralatan penyamaran selalu disimpan di dalam mobilnya. Pakaian, aksesoris, kamera hingga pelbagai properti penunjang penyamaran. Semua disimpan di bagasi mobil.
Pertemuan kami dengan Right Eye malam itu tentu tidak bisa dipercaya bahwa wanita berusia 29 tahun ini adalah seorang detektif partikelir. Dia seperti wanita dewasa pada umumnya.
Malam itu dia memakai kaos abu-abu lengan panjang. Terlihat santai. Dan sedikit menggulung bajunya. Rambut hitamnya sebahu. Sengaja digerai. Tak ada tas maupun jaket besar dan membawa kaca pembesar bak Sherlock Holmes. Seorang tokoh fiksi detektif terkenal asal Skotlandia. Right Eye hanya menenteng sebuah tas kecil berwarna hitam dan ponsel berikut pengisi daya cadangan.
Kami diminta merahasiakan identitas aslinya. Meski begitu, dia bercerita bahwa berkarir menjadi detektif bukanlah cita-cita. Bukan juga karena desakan ekonomi. Semua dijalani begitu saja. Right Eye mengaku hanya kolektor komik Conan sejak kecil. Sebuah bacaan fiksi tentang seorang detektif asal Jepang.
Bagi agen wanita tersebut, dunia detektif sempat dianggap kisah fiksi. Namun belakangan dia percaya. Pekerjaan detektif itu nyata. Seperti dilakoninya belakangan ini.
Sebelum bekerja sebagai detektif partikelir, Right Eye sebenarnya sudah menggapai cia-citanya. Sebagai sekretaris di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Gaji tentu besar. Pelbagai fasilitas didapat. Seperti mobil dan supir pribadi. Sayangnya, bekerja di balik meja dan komputer membuatnya bosan. Dia pun mulai berselancar di dunia maya. Mencari pekerjaan lebih menantang adrenalin. Sebab, menjadi sekretaris belum sepenuhnya memenuhi kepuasan batinnya.
Dari situ, dia mengetahui adanya pekerjaan sebagai detektif. Dari sebuah situs www.jasamatamata.com. Lalu melamar sebagai agen. Tak disangka, profesi sempat dianggapnya sebagai fiksi benar-benar menjadi kenyataan. Setelah melalui beberapa proses, lamarannya diterima. Pendapatannya sebagai detektif swasta juga tak kalah dibanding menjadi sekretaris. Bahkan lebih dari cukup.
Sebenarnya ada beberapa lamaran dan data diri dikirim biro jasa serupa lainnya. Sebab, hasil penelusurannya, di Indonesia ternyata banyak perusahaan biro detektif swasta.
Dalam merekrut agen bukanlah hal mudah. Pihak biro juga harus menyelidiki. Semua tanpa sepengetahuan para calon detektifnya. Setelah itu melakukan wawancara via telepon. Menanyakan tentang kesungguhan pelamar untuk menjadi agen. Bila lolos tahap ini, akan ada tes selanjutnya. Mereka wajib melalui sebelum dinyatakan resmi menjadi seorang agen.
Biasanya para pelamar merupakan mantan klien. Tetapi, ada juga para calon agen awalnya hanya tertarik menjadi detektif. "Ada juga beberapa dari mereka justru ingin jadi agen setelah kasusnya selesai. Tapi enggak banyak hanya beberapa," cerita Jay kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Seperti kisah Right Eye. Jay melihat wanita itu ada potensi. Dia pun melakukan serangkaian tes sebelum akhirnya menjadikan Right Eye sebagai salah satu agen andalannya.
Rupanya tak hanya Jay tertarik terhadap potensi dimiliki Right Eye. Ada tiga agensi sejenis juga menginginkan. Namun dari ketiga agensi, ternyata Right Eye memilih www.jasamatamata.com.
Serangkaian proses untuk menjadi seorang agen lumayan panjang. Mulai dari administrasi, tes lapangan, pelatihan dan menyelesaikan kasus. Pada tahap administrasi, para pelamar hanya mengisi formulir dari perusahaan. Selain identitas diri, dia diminta untuk menuliskan berbagai kemampuan dimiliki. Mulai dari penguasaan bahasa asing, keahlian melakukan pengintaian, kecakapan dalam berkomunikasi dengan berbagai kelas sosial. Bahkan sampai kemampuan berkendaraan.
Setelah melalui tahapan administrasi, perusahaan akan melakukan tes kemampuan di lapangan. Namun, tes ini dilakukan secara alami. Calon agen akan diberikan sebuah misi dalam waktu tertentu. Misalnya, diajak ke sebuah tempat makan. Calon agen ini akan diminta untuk mencari tahu identitas pengunjung di tempat tersebut.
Bila calon agen lolos di tahap ini, perusahaan akan melakukan evaluasi. Untuk ikut tahapan selanjutnya. Banyak pelamar gagal di tahap ini. Sedangkan mereka dinyatakan lulus, lalu diberi pelatihan khusus.
"Misalnya ada agen yang bagus dan dianggap mampu tapi kurang rapi. Kalau yang kaya gini kita kasih pelatihan beberapa kali," ujar Jay.
Pelatihan sendiri langsung diberikan Jay. Di mulai dari masalah dasar. Biasanya berupa pengetahuan dan beberapa teknik pengintaian, penyamaran dan pembekalan. Sisanya, agen akan belajar secara otodidak seiring menjalankan pelbagai misi.
Usai mendapatkan pelatihan, calon agen pun bakal diberikan studi kasus. Jay masih turun tangan dalam hal ini. Biasanya langsung memberi misi sesuai permintaan klien. Tetapi tidak sendiri. Para calon agen ini tetap didampingi seniornya. Tetapi, tetap tanpa sepengetahuannya.
Sambil mencari barang rongsok, dia kerap melongok. Mondar-mandir. Melihat kondisi rumah. Bukan berniat mencuri. Tetapi tengah memata-matai. Menyamar. Melaksanakan misi. Mencari target sesuai arahan atasan dari permintaan klien. Misi wanita tersebut kali ini mengintai kasus perselingkuhan. Sang klien belakangan memang tengah curiga. Suaminya diduga main serong.
Penyamarannya sebagai pemulung hari itu tengah pulung. Lumayan banyak bukti didapat dari rumah tersebut. Sang target didapati tengah asyik bercinta dengan wanita simpanannya. Bukti itu pun langsung dilaporkan kepada atasannya. Untuk selanjutnya di berikan kepada klien. Tugas penyamarannya selesai. Satu misi terpecahkan.
Aksi penyamaran dilakukan wanita itu merupakan bagian dari pekerjaannya. Dia merupakan agen detektif swasta (partikelir). Namanya kami rahasiakan. Tetapi dia biasa dipanggil dengan julukan 'Right Eye'.
"Saya bangga bisa bantu orang dengan cara seperti ini," ungkap agen wanita itu saat bertemu merdeka.com di bilangan Jakarta Barat, Kamis malam pekan lalu.
Agen wanita ini bekerja di www.jasamatamata.com. Right Eye adalah nama diberikan Jay, bosnya sekaligus pendiri biro jasa detektif partikelir tersebut. Sebuah perusahaan detektif swasta berdiri sejak tahun 2000. Lebih kurang ada 300 agen detektif partikelir dimiliki biro jasa itu. Semua tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam tiap menjalankan misinya, Right Eye sudah biasa bergonta-ganti peran. Wajah wanita ini sering kali dipoles macam-macam. Menambahkan tahi lalat atau tompel di wajah mulusnya. Semua sudah biasa. Sebagai pemulung hanya contoh kecil. Bahkan dia pernah menyamar sebagai pekerja seks komersial (PSK) maupun hingga wanita bercadar. Semua diperankan total. Demi membututi sang target. Kapan dan di mana saja.
Peralatan penyamaran selalu disimpan di dalam mobilnya. Pakaian, aksesoris, kamera hingga pelbagai properti penunjang penyamaran. Semua disimpan di bagasi mobil.
Pertemuan kami dengan Right Eye malam itu tentu tidak bisa dipercaya bahwa wanita berusia 29 tahun ini adalah seorang detektif partikelir. Dia seperti wanita dewasa pada umumnya.
Malam itu dia memakai kaos abu-abu lengan panjang. Terlihat santai. Dan sedikit menggulung bajunya. Rambut hitamnya sebahu. Sengaja digerai. Tak ada tas maupun jaket besar dan membawa kaca pembesar bak Sherlock Holmes. Seorang tokoh fiksi detektif terkenal asal Skotlandia. Right Eye hanya menenteng sebuah tas kecil berwarna hitam dan ponsel berikut pengisi daya cadangan.
Kami diminta merahasiakan identitas aslinya. Meski begitu, dia bercerita bahwa berkarir menjadi detektif bukanlah cita-cita. Bukan juga karena desakan ekonomi. Semua dijalani begitu saja. Right Eye mengaku hanya kolektor komik Conan sejak kecil. Sebuah bacaan fiksi tentang seorang detektif asal Jepang.
Bagi agen wanita tersebut, dunia detektif sempat dianggap kisah fiksi. Namun belakangan dia percaya. Pekerjaan detektif itu nyata. Seperti dilakoninya belakangan ini.
Sebelum bekerja sebagai detektif partikelir, Right Eye sebenarnya sudah menggapai cia-citanya. Sebagai sekretaris di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Gaji tentu besar. Pelbagai fasilitas didapat. Seperti mobil dan supir pribadi. Sayangnya, bekerja di balik meja dan komputer membuatnya bosan. Dia pun mulai berselancar di dunia maya. Mencari pekerjaan lebih menantang adrenalin. Sebab, menjadi sekretaris belum sepenuhnya memenuhi kepuasan batinnya.
Dari situ, dia mengetahui adanya pekerjaan sebagai detektif. Dari sebuah situs www.jasamatamata.com. Lalu melamar sebagai agen. Tak disangka, profesi sempat dianggapnya sebagai fiksi benar-benar menjadi kenyataan. Setelah melalui beberapa proses, lamarannya diterima. Pendapatannya sebagai detektif swasta juga tak kalah dibanding menjadi sekretaris. Bahkan lebih dari cukup.
Sebenarnya ada beberapa lamaran dan data diri dikirim biro jasa serupa lainnya. Sebab, hasil penelusurannya, di Indonesia ternyata banyak perusahaan biro detektif swasta.
Dalam merekrut agen bukanlah hal mudah. Pihak biro juga harus menyelidiki. Semua tanpa sepengetahuan para calon detektifnya. Setelah itu melakukan wawancara via telepon. Menanyakan tentang kesungguhan pelamar untuk menjadi agen. Bila lolos tahap ini, akan ada tes selanjutnya. Mereka wajib melalui sebelum dinyatakan resmi menjadi seorang agen.
Biasanya para pelamar merupakan mantan klien. Tetapi, ada juga para calon agen awalnya hanya tertarik menjadi detektif. "Ada juga beberapa dari mereka justru ingin jadi agen setelah kasusnya selesai. Tapi enggak banyak hanya beberapa," cerita Jay kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Seperti kisah Right Eye. Jay melihat wanita itu ada potensi. Dia pun melakukan serangkaian tes sebelum akhirnya menjadikan Right Eye sebagai salah satu agen andalannya.
Rupanya tak hanya Jay tertarik terhadap potensi dimiliki Right Eye. Ada tiga agensi sejenis juga menginginkan. Namun dari ketiga agensi, ternyata Right Eye memilih www.jasamatamata.com.
Serangkaian proses untuk menjadi seorang agen lumayan panjang. Mulai dari administrasi, tes lapangan, pelatihan dan menyelesaikan kasus. Pada tahap administrasi, para pelamar hanya mengisi formulir dari perusahaan. Selain identitas diri, dia diminta untuk menuliskan berbagai kemampuan dimiliki. Mulai dari penguasaan bahasa asing, keahlian melakukan pengintaian, kecakapan dalam berkomunikasi dengan berbagai kelas sosial. Bahkan sampai kemampuan berkendaraan.
Setelah melalui tahapan administrasi, perusahaan akan melakukan tes kemampuan di lapangan. Namun, tes ini dilakukan secara alami. Calon agen akan diberikan sebuah misi dalam waktu tertentu. Misalnya, diajak ke sebuah tempat makan. Calon agen ini akan diminta untuk mencari tahu identitas pengunjung di tempat tersebut.
Bila calon agen lolos di tahap ini, perusahaan akan melakukan evaluasi. Untuk ikut tahapan selanjutnya. Banyak pelamar gagal di tahap ini. Sedangkan mereka dinyatakan lulus, lalu diberi pelatihan khusus.
"Misalnya ada agen yang bagus dan dianggap mampu tapi kurang rapi. Kalau yang kaya gini kita kasih pelatihan beberapa kali," ujar Jay.
Pelatihan sendiri langsung diberikan Jay. Di mulai dari masalah dasar. Biasanya berupa pengetahuan dan beberapa teknik pengintaian, penyamaran dan pembekalan. Sisanya, agen akan belajar secara otodidak seiring menjalankan pelbagai misi.
Usai mendapatkan pelatihan, calon agen pun bakal diberikan studi kasus. Jay masih turun tangan dalam hal ini. Biasanya langsung memberi misi sesuai permintaan klien. Tetapi tidak sendiri. Para calon agen ini tetap didampingi seniornya. Tetapi, tetap tanpa sepengetahuannya.
Dalam menjalankan misi, sang pemilik biro jasa detektif partikelir tak lantas melepas para agen begitu saja. Dalam beberapa kasus tertentu misalnya, para agen diminta untuk membaca banyak buku tertentu sebagai referensi. Diharapkan menjadi rekomendasi bagi para agen dalam menyelesaikan misinya.
Selama ini, kata Jaya, agen detektif swasta miliknya tak hanya mendapat order kasus perselingkuhan. Ada pula menyewa untuk kepentingan bisnis. Misalnya sebuah perusahaan ingin mengetahui kondisi perusahaan hendak dibeli. Bahkan ada juga salah seorang kliennya seorang ibu memintanya menyelidiki calon menantu. Namun, harus diakui jumlah kasus ditangani memang lebih banyak seputar perselingkuhan.
Menjalani hidup sebagai detektif partikelir tak membuat agen Right Eye kehilangan dunia aslinya. Dia masih memakai semua akun media sosial. Selain sebagai kebutuhan pribadi, lewat akun media sosial dia juga mencari tahu pelbagai informasi sang target guna menuntaskan tiap misinya.
Hanya saja, dia mengaku harus menutupi identitasnya sebagai agen dari lingkungan hidupnya. Kecuali keluarga inti. Kepada para kerabatnya, Right Eye masih mengaku bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan. Semua harus dilakukan. Menutup identitas pekerjaan aslinya.
"Kalau teman ada yang tahu, kan bisa saja ternyata temennya temen itu ternyata target. Jadi lebih baik orang enggak tahu," ujar Right Eye sambil tersenyum.
Hidup sebagai agen diakuinya lebih menyenangkan. Sebab dia banyak bertemu dengan banyak orang dengan pelbagai macam karakter. Profesinya ini juga membuat lebih peka dengan lingkungan sekitar. Dia bisa melihat karakter orang lain walau hanya mengamati dari jauh atau sekedar berbicara. Dari situ pula membuatnya lebih selektif dengan pasangan. Sebab dia bisa menilai sejak dini karakter orang lain.
Right Eye mengaku ada kebanggaan dalam dirinya bila berhasil memecahkan tiap kasus. Sebab, dia merasa telah menolong seseorang dalam menemukan bukti atas dari banyak kecurigaan ada. "Jadi saya ngerasa ikut bantu orang lain buktiin kecurigaan klien. Apalagi saya perempuan, kadang suka emosi juga kalau targetnya terbukti selingkuh," ungkap dia.
Selama ini, kata Jaya, agen detektif swasta miliknya tak hanya mendapat order kasus perselingkuhan. Ada pula menyewa untuk kepentingan bisnis. Misalnya sebuah perusahaan ingin mengetahui kondisi perusahaan hendak dibeli. Bahkan ada juga salah seorang kliennya seorang ibu memintanya menyelidiki calon menantu. Namun, harus diakui jumlah kasus ditangani memang lebih banyak seputar perselingkuhan.
Menjalani hidup sebagai detektif partikelir tak membuat agen Right Eye kehilangan dunia aslinya. Dia masih memakai semua akun media sosial. Selain sebagai kebutuhan pribadi, lewat akun media sosial dia juga mencari tahu pelbagai informasi sang target guna menuntaskan tiap misinya.
Hanya saja, dia mengaku harus menutupi identitasnya sebagai agen dari lingkungan hidupnya. Kecuali keluarga inti. Kepada para kerabatnya, Right Eye masih mengaku bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan. Semua harus dilakukan. Menutup identitas pekerjaan aslinya.
"Kalau teman ada yang tahu, kan bisa saja ternyata temennya temen itu ternyata target. Jadi lebih baik orang enggak tahu," ujar Right Eye sambil tersenyum.
Hidup sebagai agen diakuinya lebih menyenangkan. Sebab dia banyak bertemu dengan banyak orang dengan pelbagai macam karakter. Profesinya ini juga membuat lebih peka dengan lingkungan sekitar. Dia bisa melihat karakter orang lain walau hanya mengamati dari jauh atau sekedar berbicara. Dari situ pula membuatnya lebih selektif dengan pasangan. Sebab dia bisa menilai sejak dini karakter orang lain.
Right Eye mengaku ada kebanggaan dalam dirinya bila berhasil memecahkan tiap kasus. Sebab, dia merasa telah menolong seseorang dalam menemukan bukti atas dari banyak kecurigaan ada. "Jadi saya ngerasa ikut bantu orang lain buktiin kecurigaan klien. Apalagi saya perempuan, kadang suka emosi juga kalau targetnya terbukti selingkuh," ungkap dia.
SUMBER : Merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar