BERITA LUCU INDONESIA - Sebuah video yang beredar didunia maya dan telah dilihat oleh jutaan orang di seluruh dunia menunjukan seorang penyelam berenang melalui perairan Indonesia yang penuh dengan polusi plastik. Menurut penyelam itu, skala ini belum pernah dilihat sebelumnya.
Namun, salah satu garis depan dari masalah global ini justru terjadi jauh dari sorotan, yakni di pantai-pantai terpencil Australia yang begitu murni dan terlindungi dengan baik, bahkan beberapa di antaranya membutuhkan izin bagi orang untuk dapat menginjakkan kaki di sana.
"Itulah gambaran yang akan Anda bayangkan ketika Anda pergi ke pantai-pantai ini - mereka sangat terpencil dan benar-benar tak tersentuh," kata Luke Playford, seorang fasilitator bagi masyarakat pribumi Australia pada Korporasi Abiminar Dhimurru di negara bagian Northern Territory.
Kenyataannya, sekelompok polisi hutan justru menghabiskan waktu selama berjam-jam setiap minggunya untuk membersihkan pantai yang tak tersentuh oleh manusia, tetapi dipenuhi sampah manusia - dan upaya mereka itu masih belum cukup.
Secara historis sampah-sampah di pantai tersebut umumnya berasal dari limbah perikanan. Akan tetapi, belakangan ini semakin didominasi oleh limbah domestik, seperti sikat rambut, botol sampo dan gantungan baju.
"Salah satu yang terbesar jumlahnya adalah celana dalam - celana dalam yang dibuang, sikat gigi dan korek api, sedikit limbah medis," kata Luke Playford.
Limbah-limbah itu juga berdatangan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan kemampuan petugas polisi hutan dalam membersihkan pantai tersebut. Mereka bertugas menjaga pantai sepanjang 70 kilometer yang dikotori oleh serpihan limbah dari laut yang berada dalam Wilayah Perlindungan Adat.
"Tahun lalu adalah tahun terbesar dalam catatan kami terkait serpihan limbah laut [yang ditemukan] di garis pantai kami. Jadi saya pikir pola ini akan terus berlanjut," katanya.
Kemungkinan berasal dari Indonesia
Dr Frederieke Kroon, seorang ilmuwan peneliti di Institut Ilmu Kelautan Australia, meyakini praktek pembuangan sampah yang buruk ditambah pergerakan air setempat telah membentuk hotspot limbah.
Dia juga menjelaskan kecurigaan masyarakat setempat bahwa sampah-sampah itu kemungkinan telah memasuki Teluk Carpentaria dari Indonesia dan dibawa ke Cape Arnhem oleh berbagai kondisi.
"Arus dan arah angin sepanjang tahun ini tentu akan berkontribusi pada serpihan limbah yang terakumulasi di pantai-pantai itu," katanya.
"Arus di teluk ini bentuknya sangat-sangat bulat - mereka berputar dan terus berputar-putar."
Khawatir dengan skala dari sampah-sampah di pantai di Arnheim Land, Luke Playford mulai memotret kemasan dan negara asal dari limbah-limbah itu dan menemukan bahwa sebagian besar limbah itu berasal dari wilayah Indo-Pasifik.
Dia juga telah melihat pemodelan yang menunjukkan sampah memasuki Teluk Carpentaria berkat angin barat laut yang melakukan perjalanan dari wilayah Indonesia setiap musim hujan.
"Ketika musim berganti dan kami memasuki musim kemarau, angin dari asia tenggara bertiup dan mendorong limbah itu ke pantai-pantai yang berada di sisi barat Teluk," katanya.
"Tapi saya pikir limbah-limbah itu tidak tersapu kembali oleh hujan di awal musim. Sebagian bisa jadi terkubur di bawah pasir di pantai."
"Peristiwa topan kadang-kadang bisa menyebabkan limbah itu tergali dan disapu kembali ke laut, tetapi tujuan kami adalah mencegah sampah-sampah itu sampai di pantai dan untuk mencegah hal itu terjadi."
Bekas gigitan satwa laut di plastik
Dalam beberapa minggu ke depan, penyu akan berusaha mencapai pesisir Cape Arnhem untuk bertelur selama musim bersarang tahun ini.
"Bagi penyu itu, keluar dari laut dan harus melalui ranjau sampah plastik dan limbah, lalu mencoba untuk menggali melalui berbagai limbah tersebut di pasir untuk dapat meletakkan telur-telur adalah tantangan yang besar," kata Luke Playford.
Bukan hanya kura-kura yang terkena dampak
Luke Playford dan timnya juga telah melihat bekas gigitan dari kehidupan laut pada benda-benda plastik dan meyakini beberapa dari hewan laut telah memakannya dan mati.
Selain itu, kawasan pantai terpencil di Arnheim Land itu juga memiliki nilai budaya yang signifikan bagi masyarakat Aborijin Yolngu setempat, yang menjadi faktor mengapa para polisi hutan melakukan penjagaan di kawasan itu.
"Ini di luar kemampuan kami untuk membersihkan seluruh pantai itu setiap tahun, jadi kami harus memprioritaskan di mana kami memfokuskan upaya kami," kata Luke Playford.
"Dan sudah pasti didasarkan pada pertimbangan, nilai-nilai budaya dari lansekap di kawasan ini."
Limbah-limbah ini juga mengalihkan perhatian dari tugas-tugas lain di musim sibuk ketika mereka harus berpatroli di darat dan air, melayani lokasi perkemahan, dan melakukan pembakaran pada musim kering.
Sebaliknya, tim Luke Playford secara teratur menghabiskan setengah hari bepergian ke beberapa pantai dan setengah hari membersihkan pantai itu dari sampah dari laut, sebelum mensurvei limbah yang akhirnya akan berakhir di TPA.
"Anda hanya mampu melakukan pembersihan sampai sejauh ini dan kemudian Anda harus kembali keesokan harinya atau beberapa hari kemudian untuk melanjutkan upaya pembersihan itu," katanya.
"Saya pikir kita perlu mengatasi masalah pada sumbernya dan mencoba membantu negara-negara ini dengan sistem pengelolaan limbah mereka untuk menghentikan plastik memasuki samudra sejak awal," imbuhnya.
"Itu tidak hanya terjadi di Indonesia, itu terjadi di seluruh dunia. Kami hanya mengalami masalah limbah dari sana datang ke sini," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar